Ilustrasi (Jubi/Saut Marpaung) |
Diceritakan kembali oleh Elvis Kabey
Konon, di dalam perut bumi Danau Sentani bagian tengah, hidup komunitas masyarakat asli yang terisolasi dari permukaan bumi. Kehidupan yang sangat tersekat mendorong semangat empat orang muda dari komunitas ini untuk mengadakan perjalanan petualangan ke permukaan bumi melalui lorong penghubung yang gelap. Dengan keberanian yang luar biasa Roomehue, Khabey, Yokuraijoku dan Rookoro menelusuri lorong gelap perut bumi hingga ke tepi pintu keluar permukaan bumi, mereka duduk beristirahat. Roomehue, sang pemimpin petualangan meminta kepada Khabey keluar pintu lorong itu untuk memantau situasi di permukaan bumi. Ketika Khabey keluar di tempat yang bernama Aminjauw, ia mendengar suara tangisan orang dari Kampung Yomakhe. Khabey bergegas kembali kea rah perut bumi untuk memberitahukan peristiwa itu kepada ketiga orang temannya. Setelah mendengar berita yang disampaikan Khabey, Roomehue memerintahkan mereka bertiga bersamanya keluar menuju Aminjauw. Mereka berunding di Aminjauw dan keputusannya adalah mengutus Khabey. Khabey sampai di Yomakhe ternyata orang-orang kampong itu sedang berkabung meratapi sesosok jasad manusia yang meninggal karena tenggelan di Danau Sentani. Sekembalinya ke Aminjauw, Khabey memberitahukan keadaan yang dilihatnya kepada ketiga temannya, kemudian empat orang itu memutuskan untuk menetap sementara di Aminjauw sambil menjajak kemungkinan menjadikan wilayah itu sebagai tempat pemukiman tetap.
Beberapa waktu kemudian perjalanan petualangan dilanjutkan karena Aminjauw tidak layak untuk ditempati dalam waktu lama. Kali ini arah perjalanan ke sisi barat Pulau Ajauw menuju tempat bermana Nasouw. Mereka menetap beberapa lama di situ tapi tak lama kemudian Rookoro pindah ke selatan Nasouw meninggalkan ketiga temannya yang juga melanjutkan perjalanan ke sisi selatan Pulau Ajauw, menetap pada tempat yang bernama Ebealkouw. Dari sini Yokuraijoku meninggalkan Roomehue dan Khabey, melanjutkan perjalanan pindah ke timur laut Ebealkouw hingga tiba dan menetap di Heaijomo.
Dalam perjalanan waktu yang panjang, suatu ketika keturunan Roomehue dan Khabey makin banyak dan bermukim hampir di seluruh sisi Pulau Ajauw sehingga mendesak keturunan Rookoro keluar dari Pulau Ajauw menuju ke barat Danau Sentani sampai menetap di Yoboi. Beberapa dari keturunan Khabey, yaitu Yokhus (I Bhu), Raime (Aluwakha) dan Bhallo mengikuti jejak perjalanan Yokuraijoku menetap di Heaijono dan Bhulende di sisi timur Pulau Ajauw.
Sampai kini, klen Mehue merupakan klen yang dipertua, klen senior pendiri kampong di Pulau Ajauw. Dalam setiap acara adat seperti upacara pengukuhan ondofoloi (kepala klen) dan pesta paripurna memperingati saat wafatnya tua-tua adat (meyauw), seluruh anggota klen keturunan Roomehue, Khabey, Yokuraijoku dan Rookoro masih memperlihatkan hubungan solidaritas yang kuat dalam komunitas konfederasi yang bernama Heasei. (Sumber cerita/penutur: Bernadus Yoku, Theodorus Kabey, Johanes Taime 2007)
Sumber: Cerita Rakyat Papua Dari Jayapura (Yang Terhempas Dalam Goncangan Peradaban), Penerbit Arika Publisher, Oktober 2009
Note:
Tulisan ini pernah dipublikasihan di tabloidjubi.com. Kami menyadari, tulisan ini dipostkan di blog ini tanpa izin pengurus redaksi tabloidjubi.com. Kami minta maaf yang sebesarnya, tetapi kami mempostting tulisan ini untuk kepentingan kita semua. Salam redaksi
Tulisan ini pernah dipublikasihan di tabloidjubi.com. Kami menyadari, tulisan ini dipostkan di blog ini tanpa izin pengurus redaksi tabloidjubi.com. Kami minta maaf yang sebesarnya, tetapi kami mempostting tulisan ini untuk kepentingan kita semua. Salam redaksi
#NyamukPapua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar