Saya kadang sedih dan menangis ketika menatap layar komputer dan menyaksikan berbagai persoalan di tanah air saya West Papua. Kesedihan itu timbul dengan berbagai pertimbangan yang saya rasakan dan membaca situasi tersebut kedepan, bagaimana nasib bangsa Papua nantinya?
Mungkin orang akan menganggap saya gila atau frustasi karena tidak bertanggung jawab dan saya sendiri tidak melakukan sesuatu untuk Bangsa Papua, tapi entah lah, itulah perasaan yang saya rasakan setelah melihat dan membaca berbagai kompleksitas persoalan yang melanda bangsa West Papua saat ini.
Tahun 2015 menjadi tahun baru bagi pergerakan bangsa West Papua (Baca: Radioz/Wenda) dan tahun baru adalah tahun perjuangan bangsa West Papua untuk merebut kembali manipulasi sejarah bangsa West Papua oleh Indonesia pada tahun 1969 silam.
Situasi 2015 bagi bangsa West Papua saat ini menonjol ketika West Papua melalui ULMWP mengajukan aplikasi ke MSG untuk menjadi anggota resmi anggota negara-negara Melanesia.
Dengan begitu, Mentri Luar Negeri Indonesia, pergi mengemis kepada negara-negara di Fasifik untuk melakukan diplomasi dan kerjasama antar negara antara Indoensia dan negara-negara di Fasifik, lebihnya kepada negara-negara MSG.
Meliahat kondisi seperti itu, Pernyataan demi pernyataan dikeluarkan oleh Anggota The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) melalui Sekjen ULMWP, Okctovianus Mote, bahwa Indonesia memberikan bantuan sebesar 20.000.000 Juta US Dolar adalah Uang darah bangsa West Papua yang diberikan kepada Negara di Fasifik demi kepentingan ekonomi untuk mempertahankan West Papua untuk tidak terdaftar sebagai anggota resmi MSG.
Waktu yang bersamaan, kondisi di West Papua di perparah lagi dengan ruang demokrasi yang ditutup secara rapat-rapat oleh pemerintah Indonesia, melalui Militer Indonesia. Kejadian tersebut setelah Sosialisasi ULMWP di Jayapura beberapa waktu lalu dan dibubarkan secara paksa oleh militer Indonesia dalam hal ini Polisi dan Brimob di Jayapura.
Hingga pada aksi yang dikalukan oleh Mahasiswa Uncen dalam memperingati Uncen Berdarah, 16 Maret 2015 kemarin (Baca: Suara Papua). Kapolres Jayapura dengan stegmennya yang dikeluarkan yaitu "Kalian boleh melakukan aksi dan demo, tetapi jangan bicara Papua Merdeka. Kalau kalian bicara dan demo Merdeka kalian akan ditembak mati ditempat."
Bebar-benar cukup memilukan keadaan di West Papua saat ini, setelah West Papua mengajukan Aplikasi ke MSG. Dengan situasi Indonesia yang sangat rapur dan berjamur dengan kehancuran yang melarat Indonesia saat ini.
Melalui pembacaan yang dilakukan oleh beberapa teman-teman saya di tanah rantauan, situasi ini akan terdorong dengan adanya kesempatan politik Indonesia untuk memainkan peran, dalam mempertahankan kekuasaan negara Indonesia melalui sistem yang sering dibuat.
Tragedi bencana alam di Vanuatu memberikan gambaran ratapan dan tangisan Bangsa West Papua. Tapi bangsa Papua sadar, bahwa hampir di seluruh tanah air West Papua sedang menjalankan sumbangsi solidaritas yang dipusatkan di Jayapura melalui "Solidaritas Bencana di Vanuatu" yang dibentuk oleh organ anggota ULMWP di Jayapura.
Sikap keras terhadap tragedi bencana alam di Vanuatu, direspon oleh negara-negara dunia, untuk bersolidaritas atas bencana tersebut. Hal tersebut direspon oleh pemerintah Indonesia (Baca: Jubi)
Kesempatan ini dipermainkan lagi oleh pemerintah Indonesia setelah diplomasi Papua Merdeka marak di Fasifik. Keprihatinan dibalik politik yang akan dibuat pemerintah Indonesia yang memihak untuk mempertahankan West Papua di wilayah Indonesia masih saja terjadi.
Dengan melihat situasi ini, kita mau tunggu siapa?
Sorotan besar tulisan ini ditujukan kepada mahasiswa West Papua di seluruh Indonesia. Kita tidak bisa tunggu siapa-siapa lagi untuk bicara kan identitas kita sebagai bangsa West Papua yang terus dijajah oleh pemerintah Indonesia secara tersistematis.
Doktrin sistem Indonesia untuk apatis pun berjamur dengan permainan pemerintah Indonesia dengan cara-cara yang licik. Respon mahasiswa Papua diseluruh Indonesia sampai saat ini tidak ada tandah-tandah dengan adanya perjuangan panjang Bangsa West Papua sampai saat ini.
Melihat kompleksitas persoalan yang sedang terjadi, kita harus sadar dan lakukan satu hal yang bisa membantu dan mendorong perjuangan ini demi permbebasan yang kita cita-citakan bersama bukan tunggu waktu berjalan tanpa adanya sebuah perubahan yang terjadi.
Sekarang sudah saatnya mahasiswa Papua berbicara untuk Papua Merdeka, dam melakukan demokrasi Indonesia yang setengah mati diterapkan. Kita harus melawan dan mendukung West Papua masuk ke MSG.
Dengan begitu, kita tunjukan bahwa kita adalah mahasiswa Papua yang mencintai bangsa dan tanah air West Papua.
Penulis adalah mahasiswa di kota Kolonial, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Colonial Land, 03:32 18/0315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar