Minggu, 28 Februari 2016

Materislisme, Dialektika, dan Historis


Dituliskan pada September 1938

Materialisme Dialektis adalah pandangan-dunia Partai Marxis-Leninis. Ia dinamakan materialisme dialektis sebab tjaranja mendekati gedjala2 alam, tjaranja mempeladjari dan memahami gedjala2 ini adalah dialektis, sedangkan keterangannja (interpretasinja) mengenai gedjala2 alam, pengertiannja mengenai gedjala2 ini, teorinja, adalah materialis.
Materialisme historis adalah perluasan prinsip2 mate­rialisme dialektis pada studi mengenai kehidupan masja­rakat, pentrapan prinsip2 materialisme dialektis pada ge­djala2kehidupan masjarakat, pada studi tentang masja­rakat dan sedjarahnja.
Bila menguraikan metode dialektis mereka, biasanja Marx dan Engels menjebut Hegel sebagai ahli filsafat jang telah merumuskan tjiri2 jang pokok dari dialektika. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa dialektika Marx dan Engels adalah identik dengan dialektika Hegel. Sebenar­nja, Marx dan Engels mengambil dari dialektika Hegel hanja “intinja jang rasionil" sadja, membuang kulitnja jang idealis dari Hegel, dan mengembangkannja lebih djauh untuk dapat memberikan kepadanja bentuk ilmiah jang modern.
„Metode dialektis saja", kata Marx, „menurut dasar­nja tidak sadja berlainan dari metode Hegel, tapi adalah lawannja jang langsung. Bagi Hegel,    proses berfikir, jang, dengan nama 'Ide' olehnja malahan di­ubah mendjadi subjek jang berdiri-sendiri, adalah pentjipta (demiurge) dunia njata, dan dunia njata itu ha­njalah bentuk luar, bentuk gedjala dari 'Ide'. Sebalik­nja bagi saja, jang ideal itu, tidaklah lain daripada dunia materiil jang ditjerminkan oleh fikiran manusia, dan diwudjudkan mendjadi bentuk2 fikiran". (Karl Marx, Kapital, Djilid I, halaman XXX, George Allen & Unwin Ltd, 1938).

Bila menguraikan materialisme mereka, Marx dan Engels biasanja menjebut Feuerbach sebagai ahli filsafat jang memulihkan materialisme pada kedudukannja. Te­tapi, hal ini tidak berarti bahwa materialisme Marx dan Engels adalah identik dengan materialisme Feuerbach. Sebenarnja, Marx dan Engels mengambil dari material­isme Feuerbach „inti-sarinja, mengembangkannja men­djadi teori filsafat-ilmiah dari materialisme dan membuang beban2nja jang idealis dan religius-etik. Kita tahu bahwa Feuerbach, sungguhpun dia pada dasarnja seorang materialis, berkeberatan terhadap nama materialisme. Engels menerangkan lebih dari sekali bahwa „sekalipun dasarnja" materialis, Feuerbach „tetap terikat oleh belenggu2 idealis jang tradisionil" dan bahwa „idealisme jang sesungguhnja dari Feuerbach mendjadi terang se­gera setelah kita sampai pada filsafatnja tentang agama dan etika". (Karl Marx, Pilihan Tulisae, Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, halaman 373, 375.).
Dialektika berasal dari perkataan Junani dialego, arti­nja ber-tjakap2, berdebat. Dalam zaman kuno dialektika adalah tjara mentjapai kebenaran dengan membeberkan kontradiksi2 dalam argumen seorang lawan dan mengatasi kontradiksi2 ini. Dalam zaman kuno ada ahlifilsafat2 jang pertjaja bahwa membeberkan kontradiksi2 dalam fikiran dan bentrokan pendapat2 jang bertentangan adalah tjara jang terbaik untuk mentjapai kebenaran. Tjara berfikir jang dialektis ini kemudian diperluas sampai pada gedjala alam, dikembangkan mendjadi metode dialektis dalam memahami gedjala alam, jang memandang gedjala alam sebagai senantiasa dalam keadaan bergerak dan senantiasa mengalami perubahan, dan menganggap perkembangan alam sebagai akibat perkembangan kontradiksi2 dalam alam, sebagai akibat saling-mempengaruhinja kekuatan jang bertentangan dalam alam.
Pada hakekatnja, dialektika adalah lawan jang langsung dari metafisika.
1)   Tjiri2 pokok metode dialektis Marxis adalah sbb:
a)   Berlawanan dengan metafisika, dialektika tidak memandang alam sebagai tumpukan segala sesuatu, tumpukan gedjala jang kebetulan sadja, tiada berhubungan, terpisah dan bebas satu sama lain, tetapi sebagai keseluruhan jang berhubungan dan utuh, dimana segalasesuatu, gedjala2 setjara organik adalah saling-berhubungan, saling­ bergantung dan saling-menentukan.
Karena itu metode dialektis berpendapat bahwa tidak ada gedjala dalam alam jang bisa dimengerti djika ia diambil sendirian, terpisah dari gedjala2 disekelilingnja, karena sesuatu gedjala dalam suatu lapangan alam bisa tidak berarti bagi kita, bila ia tidak dipandang dalam hubungannja dengan keadaan2 disekitarnja, tetapi terlepas, dari keadaan2 itu; dan bahwa, sebaliknja, sesuatu gedjala, bisa dimengerti dan diterangkan kalau dipandang dalam hubungannja jang takterpisahkan dengan gedjala2 disekelilingnja, sebagai gedjala jang ditentukan oleh gedjala2 disekitarnja.
b) Berlainan dengan metafisika, dialektika berpen­dapat bahwa alam bukanlah suatu keadaan jang diam dan tidak bergerak, berhenti dan tidak berubah, tetapi keada­an jang terus-menerus bergerak dan berubah, keadaan jang terus-menerus mendjadi baru dan berkembang, di­mana sesuatu senantiasa timbul dan berkembang, dan sesuatu senantiasa rontok dan mati.
Karena itu metode dialektis menghendaki supaja ge­djala2 dilihat bukan sadja dari sudut hubungan dan ber­gantungnja satu sama lain, tapi djuga dari sudut gerak, perubahan, perkembangan, kelahiran dan kematiannja.
Metode dialektis menganggap penting pertama-tama bukanlah apa jang pada saat tertentu kelihatannja tahan lama sekalipun sudah mulai akan mati, tetapi apa jang sedang tumbuh dan berkembang, sekalipun pada saat tertentu mungkin nampaknja tidak tahan lama, karena metode dialektis memandang sesuatu jang tiada terkalah­kan hanjalah apa jang sedang tumbuh dan berkembang.
„Seluruh alam", kata Engels, „dari jang se-ketjil2nja sampai pada jang sebesar2nja, dari sebutir pasir sampai pada matahari, dari protista (sel hidup jang mula2— red.)sampai pada manusia, adalah dalam keadaan senantiasa timbul dan lenjap, dalam keadaan senantiasa mengalir, dalam keadaan bergerak dan berubah jang tak henti2nja". (F. Engels, Dialektika Alam).
Dari itu, dialektika, kata Engels, „memandang segala ­sesuatu beserta gambaran2 tanggapannja pada hakekatnja dalam hubungannja satu sama lain, dalam rangkaiannja, dalam geraknja, dalam timbul dan lenjapnja" (F. Engels, Anti-Diihring).
c)  Berlawanan dengan metafisika, dialektika tidak menganggap proses perkembangan sebagai proses per­tumbuhan jang sederhana, dimana perubahan2 kwantita­tif tidak membawa perubahan2 kwalitatif, melainkan se­bagai suatu perkembangan jang melalui perubahan2kwantitatif jang tidak berarti dan tidak kelihatan ke-per­ubahan2 jang terbuka dan fundamentil, ke-perubahan2 kwalitatif; suatu perkembangan dimana perubahan2 kwa­litatif tidak terdjadi dengan ber-angsur2, melainkan dengan tjepat dan mendadak, dalam bentuk lompatan dari satu keadaan kekeadaan lainnja; perubahan2 kwalitatif itu tidak terdjadi setjara kebetulan tapi sebagai akibat jang sudah sewadjarnja dari suatu tumpukan perubahan2 kwantitatif jang tidak kelihatan dan berangsur2.
Karena itu metode dialektis berpendapat bahwa proses perkembangan tidak boleh diartikan sebagai gerak dalam lingkaran, sebagai ulangan biasa dari apa jang sudah terdjadi, tetapi sebagai gerak jang madju dan naik, sebagai peralihan dari keadaan kwalitatif jang lama kekeadaan kwalitatif jang baru, sebagai perkembangan dari jang sederhana kepada jang rumit, dari jang rendah kepada jang tinggi:
„Alam", kata Engels, „adalah batu-udjian dialektika, dan mengenai ilmu alam2modern harus dikatakan bah­wa ia telah memberikan bahan2 jang banjak sekali dan jang saban hari bertambah banjak untuk batu-udjian ini, dan dengan demikian telah membuktikan bahwa pada achirnja proses alam itu adalah dialektis dan bu­kan metafisis, bahwa ia tidak bergerak dalam lingkaran jang selama2nja sama dan terus-menerus diulangi, te­tapi berdjalan melalui sedjarah jang njata. Dalam hal ini per-tama2 harus disebut nama Darwin, jang telah memberikan pukulan keras kepada pengertian metafisis tentang alam dengan membuktikan bahwa dunia orga­nik jang sekarang ini, tumbuh2an dan binatang2, dan oleh karena itu djuga manusia, semuanja adalah hasil proses perkembangan jang telah berlangsung selama djutaan tahun". (F. Engels, Anti-Duhring).
Dalam menerangkan perkembangan dialektis sebagai peralihan dari perubahan2 kwantitatif ke-perubahan2 kwa­litatif, Engels mengatakan :
„Dalam fisika………. tiap2 perubahan adalah suatu peralihan kwantitet mendjadi kwalitet, sebagai akibat perubahan kwantitatif dari sesuatu bentuk gerak baik jang terkandung didalam suatu Benda ataupun jang diberikan kepadanja. Misalnja, suhu air mula2 tidak mempengaruhi keadaan tjairnja; tetapi setelah suhu air tjair itu naik atau turun, maka tibalah suatu saat ketika keadaan kohesi ini berubah dan air itu dalam hal jang satu berubah mendjadi uap dan dalam hal lainnja mendjadi es………….Untuk menjalakan kawat-platina dibutuhkan sedjumlah minimum aliran listrik; tiap logam mempunjai suhu leburnja sendiri; tiap zat tjair mem­punjai titik-beku dan titik-didih jang pasti pada tekan­an tertentu, selama kita dengan alat jang ada pada kita bisa menimbulkan suhu jang diperlukan itu; achirnja, tiap2 gas mempunjai titik-kritiknja, pada titik mana, dengan tekanan dan penjedjukan jang setjukupnja, ia bisa diubah mendjadi keadaan tjair........... Apa jang dinamakan konstante2 fisika (titik dimana satu keadaan berubah mendjadi keadaan lain -- red.) dalam keba­njakan hal adalah tidak lain daripada sebutan2(nama2) untuk titik2 pertemuan (knooppunten) dimana penam­bahan atau pengurangan (perubahan) kwantitatif dad gerak menjebabkan perubahan kwalitatif dalam keada­an sesuatu benda, dan dimana, oleh karena itu, kwan­titet berubah mendjadi kwalitet".(Dialektika Alam). Beralih ke soal kimia, Engels berkata seterusnja:
„Kimia bolehlah dinamakan ilmu tentang perubahan2 kwalitatif jang terdjadi dalam benda sebagai akibat perubahan2 komposisi kwantitatif. Hal ini sudah diketahui oleh Hegel.......... Ambillah zat asam (oxygen), sebagai tjontoh: kalau molekul itu terdiri dari tiga atom dan bukannja dua sebagai biasanja, maka kita mendapatkan ozon, suatu benda jang dalam bau dan reaksinja sangat berlainan dengan zat asam biasa. Dan apakah jang akan kita katakan tentang perbandingan2 jang berlainan dalam mana zat asam bertjampur dengan nitrogen (stikstof) atau belerang, dan jang masing2menghasilkan benda jang kwalitatif berbeda dari semua benda2 lainnja !" (Dalam buku itu djuga).
Achirnja, dalam mengkritik Duhring, jang dengan se­kuat2nja mentjela Hegel, tetapi jang dengan diam2 me­mindjam daripadanja dalil jang terkenal bahwa peralihan dari alam tak berperasaan keberperasaan, dari alam ma­teri anorganik kealam kehidupan organik, adalah lompat­an kesuatu keadaan baru, Engels mengatakan :
„Ini adalah djustru garis pertemuan Hegelian tentang ukuran perbandingan, dalam mana, pada titik2 perte­muan tertentu penambahan atau pengurangan kwanti­tatif se-mata2 menimbulkan lontjatan kwalitatif, misal­nja, dalam hal air jang dipanaskan atau didinginkan, dimana titik-uap dan titik-beku adalah titik2 pertemuan dimana — dibawah tekanan biasa — terdjadi lontjatan kekeadaan seluruhnja baru, dan dimana karena itu kwantitet berubah mendjadi kwalitet". (F. Engels, Anti­ Duhring).
d) Berlawanan dengan metafisika, dialektika berpen­dapat bahwa kontradiksi2 intern terdapat didalam segala­ sesuatu dan gedjala alam, karena semuanja ini mempunjai segi2 negatif dan positifnja, masa lampau dan masa depannja, sesuatu jang berangsur-angsur mati dan sesuatu jang berkembang; dan bahwa perdjuangan antara pertentangan2 ini, perdjuangan antara jang lama dengan jang baru, an­tara apa jang sedang mati dengan jang sedang lahir, an­tara apa jang sedang lenjap dengan jang sedang berkem­bang, merupakan inti-sari proses perkembangan, inti-sari perubahan2 kwantitatif ke-perubahan2 kwalitatif.
Dari itu metode dialektis berpendapat bahwa proses perkembangan dari jang lebih rendah ke jang lebih tinggi, terdjadi bukan sebagai pengembangan jang harmonis dari gedjala2, tetapi sebagai pernjataan kontradiksi2 jang terdapat didalam segala sesuatu dan didalam gedjala2, seba­gai „perdjuangan" tendens2 jang berlawanan jang ber­langsung diatas dasar kontradiksi2 ini.
„Menurut artinja jang sebenarnja", kata Lenin, „dialektika adalah studi tentang kontradiksi didalam hakekat segala sesuatu itu sendiri". (Lenin, Bukutjatatan Filsafat,Edisi Rusia, hal. 263).
Dan selandjutnja :
Perkembangan adalah 'perdjuangan' dari jang ber­tentangan". (Lenin, Pilihan Tulisan2Edisi Rusia, Dji­lid XIII, halaman 301).
Demikianlah dengan ringkas, tjiri2 pokok metode dia­lektis Marxis.
Mudahlah untuk mengerti betapa sangat pentingnja perluasan prinsip2 metode dialektis pada studi tentang kehidupan sosial dan sedjarah masjarakat, dan betapa sangat pentingnja pemakaian prinsip2 ini pada sedjarah masjarakat dan pada aktivitet2 praktis Partai proletariat.
Kalau di dunia tidak ada gedjala2 jang terpisah, kalau semua gedjala itu saling-berhubungan dan tergantung ke­pada satu sama lain, maka teranglah bahwa tiap sistim sosial dan tiap gerakan sosial dalam sedjarah harus di­nilai tidak dari sudut „keadilan jang kekal" atau sesuatu ide lainnja jang sudah difikirkan terlebih dahulu, sebagai­mana sering dilakukan oleh ahli2sedjarah, melainkan dari sudut keadaan2 jang melahirkan sistim atau gerakan so­sial itu dan dengan mana mereka itu berdjalin.
Sistim pemilikan-budak akan mendjadi tidak mempu­njai arti, merupakan kebodohan dan tidak wadjar dalam keadaan2 modern. Tetapi dalam keadaan2 sistim komune primitif jang sedang runtuh, sistim pemilikan-budak itu adalah gedjala jang sepenuhnja bisa difahamkan dan wa­djar, karena ia merupakan suatu kemadjuan dibandingkan dengan sistim komune primitif.
Tuntutan untuk republik burdjuis-demokratis pada waktu ada tsarisme dan masjarakat burdjuis, seperti, kita katakan sadja, di Rusia dalam tahun 1905, adalah tuntutan jang sepenuhnja bisa difahamkan, tepat dan revolusioner, karena pada waktu itu suatu republik burdjuis akan berarti suatu langkah madju. Tetapi sekarang, da­lam keadaan2 di URSS, tuntutan untuk republik burdjuis ­demokratis akan mendjadi tuntutan jang tidak mempunjai arti dan kontra-revolusioner, sebab republik burdjuis akan berarti suatu langkah mundur dibandingkan dengan re­publik Sovjet.
Segala sesuatu bergantung kepada keadaan, waktu dan tempat.
Djelaslah bahwa tanpa pendekatan berdasarkan sedja­rah jang serupa ini terhadap gedjala2sosial, maka adanja dan perkembangan ilmu sedjarah tidaklah mungkin, ka­rena hanja pendekatan serupa itulah jang bisa menjelamatkan ilmu sedjarah supaja tidak mendjadi suatu tjam­pur-baur kedjadian2 kebetulan dan suatu timbunan ke­salahan2 jang paling bodoh.
Seterusnja, djika dunia itu berada dalam keadaan se­nantiasa bergerak dan berkembang, djika hilang-lenjapnja jang lama dan tumbuhnja jang baru adalah hukum per­kembangan, maka djelaslah bahwa tidak akan bisa ada sistim2 sosial jang „tidak bisa berubah", tidak akan bisa ada „prinsip2 jang abadi" dari hak milik perseorangan dan penghisapan, tidak akan bisa ada „ide2jang abadi" tentang pembudakan petani oleh tuan-tanah, buruh oleh ka­pitalis.
Dari itu sistim kapitalis bisa digantikan oleh sistim So­sialis, persis seperti pada satu waktu sistim feodal diganti­kan oleh sistim kapitalis.
Karena itu kita tidak boleh mendasarkan orientasi kita atas lapisan2 masjarakat jang tidak berkembang lagi, se­kalipun pada waktu sekarang ini mereka merupakan ke­kuatan jang berkuasa, tetapi atas lapisan2 jang sedang berkembang dan mempunjai hari depan dimukanja, meskipun pada waktu ini mereka tidak merupakan kekuatan jang berkuasa.
Dalam tahun delapan puluhan abad jang lalu, dalam masa perdjuangan antara kaum Marxis dengan kaum Narodnik, proletariat di Rusia merupakan djumlah ter­ketjil jang tidak berarti dari penduduk, sedang kaum tani perseorangan merupakan djumlah terbanjak jang luas dari penduduk. Akan tetapi proletariat sebagai klas sedang berkembang, sedangkan kaum tani sebagai klas sedang rontok. Dan djustru karena proletariat sebagai klas se­dang berkembang, maka kaum Marxis mendasarkan orientasinja atas proletariat. Dan mereka tidak salah, sebab, sebagaimana kita ketahui, proletariat kemudian tumbuh dari kekuatan jang tidak berarti mendjadi kekuatan sedjarah dan politik jang nomor satu.
Dari itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam po­litik, kita harus melihat kedepan, djangan kebelakang.
Selandjutnja, djika peralihan dari perubahan2 kwanti­tatif jang pelan2 ke perubahan2 kwalitatif jang tjepat dan mendadak adalah hukum perkembangan, maka teranglah bahwa revolusi2 jang dilakukan oleh klas2 jang tertindas adalah suatu gedjala jang sangat wadjar dan tidak bisa dihindarkan.
Karena itu peralihan dari kapitalisme ke Sosialisme dan pembebasan klas buruh dari penindasan kapitalisme tidak bisa dilaksanakan dengan perubahan2 jang pelan2, dengan 'reform2, tetapi hanja dengan suatu perubahan kwalitatif atas sistim kapitalis, dengan revolusi.
Karena itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam politik, kita harus mendjadi seorang revolusioner, bukan seorang reformis.
Seterusnja, djika perkembangan berlangsung dengan terbukanja kontradiksi2 intern, dengan bentrokan2 dian­tara kekuatan2 jang berlawanan berdasarkan kontradiksi2 ini dan guna mengatasi kontradiksi2 ini, maka teranglah bahwa perdjuangan klas dari proletariat adalah suatu ge­djala jang sangat wadjar dan tidak bisa dielakkan.
Dari itu kita tidak boleh menutup-nutupi kontradiksi2 dari sistim kapitalis, tetapi menelandjangi dan membeber­kannja; kita tidak boleh mentjoba mengekang perdjuangan klas itu tetapi melandjutkannja sampai pada achirnja.
Dari itu, supaja tidak membikin kesalahan dalam po­litik, kita harus mendjalankan politik klas proletar jang tidak kompromis, bukan politik reformis berupa penjesuaian kepentingan2 proletariat dengan kepentingan2 bur­djuasi, bukan politik kaum kompromis tentang „pertum­buhan kapitalisme mendjadi Sosialisme".
Demikianlah metode dialektis Marxis djika diterapkan pada kehidupan sosial, pada sedjarah masjarakat.
Tentang materialisme filsafat Marxis, is pada dasarnja adalah lawan jang langsung daripada idealisme filsafat.
2.   Tjiri2 pokok materialisme filsafat Marxis adalah sebagai berikut:
a) Berlawanan dengan idealisme, jang menganggap dunia sebagai pendjelmaan suatu „ide jang mutlak", suatu „djiwa universil", „kesedaran", maka materialisme filsafat Marx berpendapat bahwa dunia menurut sifatnja sendiri adalah materiil, bahwa gedjala2 jang ber-matjam2 dari dunia merupakan berbagai bentuk materi jang bergerak, bahwa saling-berhubungan dan saling-bergantungnja ge­djala2, sebagaimana ditetapkan oleh metode dialektis, ada­lah hukum perkembangan materi jang bergerak, dan bah­wa dunia berkembang sesuai dengan hukum2 gerak materi dan tidak memerlukan sesuatu „djiwa universil".
„Pandangan-dunia materialis tentang alam", kata Engels, „adalah se-mata2penanggapan alam sebagai­mana adanja, tanpa tambahan sesuatupun dari luar". (F. Engels, Ludwig Feuerbach, Edisi Inggeris, Moskow 1934, hal. 79).
Berbitjara tentang pandangan2 materialis ahli filsafat kuno Heraclitos jang berpendapat bahwa „dunia, kesa­tuan daripada seluruhnja, tidak ditjiptakan oleh sesuatu Tuhan atau seseorang manusia, tetapi dulu, sekarang dan seterusnja adalah suatu api jang hidup, menjala setjara sistimatis dan padam setjara sistimatis", Lenin menerang­kan : „Suatu uraian jang baik sekali tentang dasar2 per­tama materialisme dialektis". (Lenin, Buku-tjatatan filsafat, Edisi Rusia, hal. 318).
b) Berlawanan dengan idealisme, jang menegaskan bahwa hanja kesedaran kitalah jang benar2 ada, danbahwa dunia materiil, jang ada, alam, hanja ada dalam kesedaran kita, dalam perasaan, ide dan tjita-rasa kita, maka filsafat materialis Marxis berpendapat bahwa ma­teri, alam, jang ada, adalah kenjataan jang objektif jang berada diluar dan terlepas dan kesedaran kita ; bahwa materi adalah primer, karena ia adalah sumber perasaan, ide, kesedaran, dan bahwa kesedaran, adalah sekunder, akibat, karena ia adalah refleksi materi, refleksi jang ada; bahwa kesedaran adalah hasil materi, jang dalam per­kembangannja telah mentjapai tingkat kesempurnaan jang tinggi, jaitu otak, dan otak adalah alat untuk berfikir; dan bahwa karena itu kita tidak bisa memisahkan fikiran dari materi tanpa membikin kesalahan besar. Engels me­ngatakan:
„Soal hubungan antara pemikiran dengan jang ada, hubungan antara djiwa dengan alam adalah soal jang terpenting dari seluruh filsafat………… Djawaban2 jang diberikan oleh ahli filsafat2 kepada soal ini membagi me­reka dalam dua kubu jang besar. Mereka jang me­negaskan bahwa djiwa adalah jang primer daripada alam....... merupakan kubu idealisme.Lain2nja, jang menganggap alam sebagai jang primer, termasuk dalam berbagai aliranmaterialisme". (Karl Marx, Pilihan Tulisan2Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 366-367).
Dan seterusnja :
„Dunia jang materiil, jang bisa ditanggap dengan pantja-indera dalam mana termasuk diri kita sendiri, adalah satu2nja kenjataan……. Kesedaran dan pemikiran kita, bagaimanapun djuga tampaknja seakan-akan diluar tanggapan pantja-indera, adalah hasil anggota tubuh djasmani jang materiil, jaitu otak. Materi bukan­lah hasil kesedaran, tapi kesedaran itu sendiri hanjalah hasil jang tertinggi dari materi". (Karl Marx, Pilihan Tulisan2Edisi Rusia, Djilid I, hal. 332).
Mengenai soal materi dan fikiran, Marx mengatakan :
„Tidaklah mungkin untuk memisahkan fikiran dari materi jang berfikir. Materi adalah subjek dari semua perubahan". (Dalam buku itu djuga, hal. 335).
Dalam menerangkan materialisme filsafat Marxis, Lenin mengatakan:
„Materialisme pada umumnja mengakui keadaan njata jang objektif (materi) sebagai terlepas dari kesedaran, perasaan, pengalaman ……….. Kesedaran adalah hanja refleksi dari keadaan, paling2, suatu refleksi jang mendekati kebenaran (tjotjok, sungguh2 tepat) dari­padanja". (Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritis­isme, Edisi Inggeris, Moskow 1941, hal. 337-338). Dan selandjutnja:
„Materi jalah apa jang dengan mengenai pantja­indera kita, menghasilkan perasaan; materi jalah kenja­taan objektif jang diberikan pada kita dalam perasaan.
 Materi, alam, keadaan, djasmani — adalah primer, dan djiwa, kesedaran, perasaan, rohani — adalah sekunder". (Dalam buku itu djuga, hal. 145, 146).
„Gambaran dunia adalah gambaran bagaimana materi bergerak dan bagaimana 'materi berfikir'." (Dalam buku itu djuga, hal. 367).
„Otak adalah alat untuk berfikir". (Dalam buku itu djuga, hal. 152).
c)  Berlawanan dengan idealisme, jang tidak mengakui kemungkinan untuk mengetahui dunia dan hukum2nja, jang tidak pertjaja akan kebenaran pengetahuan kita, jang tidak mengakui kebenaran jang objektif, dan jang ber­pendapat bahwa dunia itu penuh dengan „benda-dalam­ dirinja" jang tidak akan bisa diketahui oleh ilmu, maka materialisme filsafat Marxis berpendapat bahwa dunia dan hukum2nja sepenuhnja bisa diketahui, bahwa pengetahu­an kita tentang hukum2 alam, jang diudji dengan pertjobaan dan praktek, adalah pengetahuan jang benar jang mempunjai kekuatan kebenaran jang objektif, dan bahwa tidak ada sesuatu didunia ini jang tidak bisa diketahui, jang ada hanjalah hale jang belum diketahui, tetapi jang akan terbuka dan mendjadi diketahui dengan usaha2 ilmu ,dan praktek.
Ketika mengkritik dalil Kant dan kaum idealis lainnja bahwa dunia tidak bisa diketahui dan bahwa ada „benda­ dalam-dirinja jang tidak dapat diketahui, dan ke­tika membela dalil materialis jang terkenal bahwa penge­tahuan kita adalah pengetahuan jang benar, Engels me­nulis:
„Bantahan jang paling kena terhadap ini seperti dju­ga terhadap semua ide2 filsafat lainnja jalah praktek, ja­itu experimen dan industri. Djika kita dapat membuktikan kebenaran konsep kita tentang proses alam dengan kita sendiri membikinnja, dengan mentjiptakannja dari sjarat2nja dan menggunakannja untuk tudjuan2 kita sendiri, maka berachirlah sudah 'benda-dalam-dirinja' jang tidak bisa difahami dari Kant. Bahan2 kimia jang dihasilkan dalam tubuh tumbuh2an dan binatang tetap merupakan 'benda-dalam-dirinja' sampai ilmu kimia organik mulai menghasilkannja satu demi satu; dengan demikian 'benda-dalam-dirinja' mendjadi benda untuk kita, seperti misalnja, alizarin, bahan tjat dari pohon Rubiatinetorum, jang tidak susah2 lagi menanam akar2 pohon tsb. dikebun, tetapi menghasilkannja djauh lebih murah dan gampang dari tir arang-batu. Selama 300 tahun sistim tata surja menurut Copernikus adalah satu hipotese, dengan seratus, seribu atau sepuluh ribu lawan satu difihaknja, tetapi masih tetap merupakan satu hipoteste. Tetapi ketika Leverrier, dengan bahan2 jang diberikan oleh sistim ini, bukan hanja menarik kesimpulan akan harus adanja suatu planit jang tidak dike­tahui tetapi djuga memperhitungkan kedudukan di­langit jang mesti ditempati oleh planit ini, dan ketika Gallilei benar2menemukan planit ini, maka terbuktilah kebenaran sistim Copernikus itu". (Karl Marx, Pilihan Tulisan2Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 368).
Dalam menuduh Bogdanov, Bazarov, Jusjkewitsj dan pengikut2 Mach lainnja dengan fideisme, dan dalam mem­bela dalil materialis jang terkenal bahwa pengetahuan ilmiah kita tentang hukum2 alam adalah pengetahuan jang benar, dan bahwa hukum2 ilmu itu merupakan kebenaran jang objektif, Lenin mengatakan:
„Fideisme modern se-kali2 tidak menolak ilmu; jang ditolaknja hanjalah 'tuntutan jang berlebih-lebihan' dari ilmu, jaitu, tuntutannja akan kebenaran objektif. Djika kebenaran objektif itu ada (sebagaimana penda­pat kaum materialis), djika ilmu2alam sadjalah, jang mentjerminkan dunia luar dalam 'pengalaman' manu­sia, jang bisa memberikan kebenaran jang objektif ke­pada kita, maka semua fideisme terbantah samasekali". (Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritisisme, Edisi Inggeris, Moskow 1947, hal. 123-124).
Demikianlah dengan singkat tjiri2 jang karakteristik dari materialisme filsafat Marxis.
Mudahlah untuk difahamkan bagaimana amat sangat pentingnja perluasan prinsip2materialisme filsafat pada studi tentang kehidupan sosial, tentang sedjarah masjara­kat, dan bagaimana amat sangat pentingnja pemakaian prinsip2 ini pada sedjarah masjarakat dan pada aktivitet2 praktis Partai proletariat.
Kalau hubungan antara gedjala2 alam dan saling ber­gantungnja gedjala2 itu adalah hukum2 perkembangan alam, maka kelandjutannja jalah bahwa hubungan dan saling bergantungnja gedjala2 kehidupan sosial adalah djuga hukum perkembangan masjarakat, dan bukan se­suatu jang kebetulan.
Maka itu, kehidupan sosial, sedjarah masjarakat, tidak lagi mendjadi timbunan „kedjadian2kebetulan", melain­kan mendjadi sedjarah perkembangan masjarakat menurut hukum2 jang tetap, dan studi tentang sedjarah masjarakat mendjadi suatu ilmu.
Maka itu aktivitet praktis Partai proletariat tidak boleh didasarkan atas keinginan2 jang baik dari „orang2 terke­muka", tidak atas tuntutan2 „akal", „moral jang univer­sil", dli., melainkan atas hukum2 perkembangan masja­rakat dan atas studi tentang hukum2 ini.
Selandjutnja, djika dunia dapat diketahui dan penge­tahuan kita tentang hukum2 perkembangan alam adalah pengetahuan jang benar, jang mempunjai kekuatan kebe­naran objektif, maka menurut ini kehidupan sosial, per­kembangan masjarakat, djuga bisa diketahui, dan bahwa bahan2 ilmu mengenai hukum2 perkembangan masjarakat adalah bahan2 jang benar jang mempunjai kekuatan ke­benaran2objektif.
Maka itu ilmu tentang sedjarah masjarakat, sekalipun dengan segala kerumitan gedjala2kehidupan sosial, bisa mendjadi ilmu jang djuga exak seperti, kita katakan sa­dja, ilmu biologi, dan bisa menggunakan hukum2 perkem­bangan masjarakat untuk tudjuan2 praktis.
Maka itu Partai proletariat dalam aktivitet praktisnja tidak boleh membiarkan dirinja dituntun oleh motif2 jang kebetulan, tetapi harus oleh hukum2 perkembangan ma­sjarakat, dan oleh kesimpulan2praktis hukum2 ini.
Maka itu Sosialisme diubah dari impian tentang hari­depan jang lebih baik untuk kemanusiaan mendjadi ilmu.
Dari itu hubungan antara ilmu dan aktivitet praktis, antara teori dan praktek, kesatuannja, harus mendjadi bintang-pedoman Partai proletariat.
Seterusnja, djika alam, jang ada, dunia materiil, ada­lah primer, dan kesedaran, fikiran, adalah sekunder, akibat; djika dunia materiil merupakan kenjataan objektif jang adanja terlepas dari kesedaran manusia, sedangkan kesedaran adalah tjerminan (refleksi) kenjataan objektif ini, maka menurut ini kehidupan materiil masjarakat, ke­adaannja, adalah djuga primer, dan kehidupan kedjiwaannja sekunder, akibat, dan bahwa kehidupan material masjarakat adalah kenjataan objektif jang adanja terlepas dari kemauan manusia, sedangkan kehidupan kedjiwaan masjarakat adalah refleksi kenjataan objektif ini, suatu refleksi dari jang ada.
Dari itu sumber penjusunan kehidupan spirituil masja­rakat, asal-mulanja ide2 sosial, teori2 sosial, faham2 politik dan badan2 politik, tidak boleh ditjari dalam ide2, teori2, faham2 dan badan2 politik itu sendiri, melainkan dalam sjarat2 kehidupan materiil masjarakat, dalam ke­adaan sosial, jang refleksinja berupa fikiran2, teori2. faham2, dll.
Karena itu, kalau dalam berbagai zaman sedjarah ma­sjarakat tampak berbagai ide2, teori2, faham2 sosial dan badan2 politik; kalau dalam sistim pemilikan-budak kita djumpai ide2, teori2, faham2 sosial dan badan2 politik ter­tentu, dalam feodalisme lain, dan dalam kapitalisme lain lagi, maka hal ini tidak bisa diterangkan dari „watak", „sifat2", ide2, teori2, faham2 dan badan2 politik itu sendiri tetapi dari sjarat2 kehidupan materiil jang berlainan dari masjarakat pada masa2 perkembangan sosial jang ber­lainan.
Begitu keadaan suatu masjarakat, begitu sjarat2 kehi­dupan materiil suatu masjarakat, begitu pulalah ide2, teori2, faham2 politik dan badan2 politik masjarakat itu.
Berhubungan dengan ini, Marx mengatakan:
„Bukanlah kesedaran manusia jang menentukan keadaannja, tetapi sebaliknja, keadaan sosial merekalah jang menentukan kesedaran mereka". (Karl Marx, Pilihan Tulisanf, Edisi Inggeris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 300).
Makaitu, supaja tidak membilcin kesalahan dalam politik, supaja tidak djatuh kedalam kedudukan tukang2 mimpi jang kosong, Partai proletariat tidak boleh mendasarkan aktivitet2nja atas „prinsip2 akal manusia" jang abstrak, tetapi atas sjarat2 kongkrit dari kehidupan materiil masjarakat, sebagai kekuatan jang menentukan dari perkembangan sosial; bukan atas keinginan2 jang baik dari „orang-orang besar", akan tetapi atas kebutuhan2 jang njata dari perkembangan kehidupan materiil masjarakat.
Djatuhnja kaum utopis, termasuk kaum Narodnik, Anarkis dan kaum Sosialis-Revolusioner, adalah, antara lain, karena kenjataan bahwa mereka tidak mengakui rol primer jang dilakukan oleh sjarat2 kehidupan materiil masjarakat dalam perkembangan masjarakat dan, karena tenggelam dalam idealisme, tidak mendasarkan aktivitet praktisnja atas kebutuhan2 perkembangan kehidupan materiil masjarakat, tetapi, dengan terlepas dari dan tidak memperdulikan kebutuhan2 ini, atas „rentjana2 jang muluk2" dan „rentjana2 jang meliputi se-gala2nja" jang terpisah dari kehidupan jang sebenarnja dari masjarakat.
Kekuatan dan vitalitet Marxisme-Leninisme terletak dalam kenjataan bahwa ia sungguh mendasarkan aktivitet praktisnja atas kebutuhan2 perkembangan kehidupan materiil masjarakat dan tidak pemah memisahkan dirinja dari kehidupan jang sebenarnja dari masjarakat.
Tetapi dari perkataan2 Marx bukanlah lalu berarti bahwa ide-ide, teori-teori sosial, faham2politik dan badan2 politik tidaklah penting dalam kehidupan masjarakat, bahwa mereka tidak mempengaruhi setjara timbal-balik keadaan sosial, perkembangan sjarat2 materiil kehidupan masjarakat. Kita telah membitjarakan barn tentang asal­usul ide2, teori2, faham2 sosial dan badan2politik, tentang bagaimana mereka timbul, tentang kenjataan bahwa ke­hidupan spirituil masjarakat adalah refleksi sjarat2 kehi­dupan materiilnja. Mengenai arti ide2, teori2, faham2 sosial dan badan2politik, mengenai peranannja dalam sedjarah, materialisme historis djauh daripada menjang­kainja, malahan menekankan peranan dan arti jang pen­ting dari faktor2 ini dalam kehidupan masjarakat, dalam sedjarahnja.
Ada berbagai matjam ide dan teori sosial. Ada ide2 dan teori2 lama jang hidup melampaui zamannja dan jang mengabdi kepada kepentingan2 kekuatan2 jang sekarat dalam masjarakat. Artinja terletak dalam kenjataan bahwa mereka merintangi perkembangan, merintangi ke­madjuan masjarakat. Kemudian ada ide2 dan teori2 baru dan madju jang mengabdi kepada kepentingan2kekuatan2 jang madju dalam masjarakat. Artinja terletak dalam ke­njataan bahwa mereka mempermudah perkembangan, mempermudah kemadjuan masjarakat; dan semakin tepat mereka mentjerminkan kebutuhan2 perkembangan kehidup­an materiil masjarakat semakin besarlah artinja.
Ide2 dan teori2 sosial baru hanja lahir sesudah perkem­bangan kehidupan materiil masjarakat memberikan tugas2 barn kepada masjarakat. Tetapi sekali mereka timbul mereka mendjadi kekuatan jang paling perkasa jang mempermudah pelaksanaan tugas2 baru jang diletakkan oleh perkembangan kehidupan materiil masjarakat, suatu kekuatan jang mempermudah kemadjuan masjarakat. Di­sinilah djustru nilai mengorganisasi, memobilisasi dan mengubah jang sangat besar dari ide2 baru, teori2 baru, faham2 politik barn dan badan2 politik baru, menampak­kan dirinja. Ide2dan teori2 sosial baru timbul djustru karena mereka perlu bagi masjarakat, karena tidaklah mungkinuntuk melaksanakan tugas2 jang mendesak dari perkembangan kehidupan materiil masjarakat tanpa aksi mereka jang mengorganisasi, memobilisasi dan mengubah. Lahir dari tugas2 baru jang diletakkan oleh perkembangan kehidupan materiil masjarakat, maka ide2 dan teori2 sosial barn menembus djalan mereka, mendjadi milik massa, memobilisasi dan mengorganisasi mereka melawan ke­kuatan2 jang sekarat dalam masjarakat, dan dengan de­mikian memudahkan penggulingan kekuatan2 ini jang menghambat perkembangan kehidupan materiil masjarakat.
Dengan demikian ide2, teori2 sosial dan badan2 politik, setelah lahir atas dasar tugas2 jang mendesak dari per­kembangan kehidupan materiil masjarakat, perkembang­an keadaan sosial, mereka itu sendiri kemudian memberi­kan pengaruhnja kembali atas keadaan sosial, atas kehi­dupan materiil masjarakat, mentjiptakan sarat! jang di­perlukan untuk dengan sepenuhnja melaksanakan tugas2jang mendesak dari kehidupan materiil masjarakat, dan untuk memberikan kemungkinan bagi perkembangannja jang lebih djauh.
Bertalian dengan ini, Marx mengatakan :
„Teori mendjadi kekuatan materiil segera sesudah ia menguasai massa". (Zur Kritik der Hegelschen Rechts­philosophie).
Maka itu, supaja bisa mempengaruhi sjarat2 kehidupan materiil masjarakat dan mempertjepat perkembangan serta perbaikannja, Partai proletariat harus bersandar pada teori sosial jang sedemikian rupa, ide sosial jang sedemikian rupa jang dengan tepat mentjerminkan ke­butuhan2perkembangan kehidupan materiil masjarakat, dan jang karena itu bisa menggerakkan massa jang luas dari Rakjat dan bisa memobilisasi mereka dan meng­organisasi mereka mendjadi suatu tentara jang maha besar dari Partai proletariat, jang siap sedia untuk menghantjur­kan kekuatan2 reaksioner dan melapangkan djalan bagi kekuatan2 jang madju dari masjarakat.
Ambruknja kaum „Ekonomis" dan kaum Mensjewik antara lain disebabkan oleh kenjataan bahwa mereka tidak mengakui rol memobilisasi, mengorganisasi dan mengubah dari teori jang madju, dari ide2 jang madju dan, karena tenggelam dalam materialisme jang vulger, membikin peranan faktor2 ini hampir mendjadi tidak berarti sama sekali, dengan demikian membikin Partai mendjadi pasif dan tidak berdaja.
Kekuatan dan vitalitet Marxisme-Leninisme timbul dari kenjataan bahwa ia bersandar pada teori jang madju jang dengan tepat mentjerminkan kebutuhan2 perkem­bangan kehidupan materiil masjarakat, bahwa ia meng­angkat teori pada tingkatan jang selajaknja, dan bahwa ia menganggap mendjadi kewadjibannja untuk mengguna­kan sepenuhnja kekuatan memobilisasi, mengorganisasi dan mengubah dari teori ini.
Itulah djawaban jang diberikan oleh materialisme historis mengenai soal hubungan antara keadaan sosial dan kesedaran sosial, antara sjarat2 perkembangan kehidupan materiil dan perkembangan kehidupan spirituil masjarakat.
3)  Materialisme Historis
Sekarang tinggal mendjelaskan soal berikut: apakah, dilihat dari sudut pendirian materialisme historis jang dimaksud dengan „sjarat2 kehidupan materiil masjarakat" jang pada tingkat terachir menentukan pisiognomi (wadjah) masjarakat, ide2nja, faham2nja, badan2 politiknja, dll?
Apakah, pada achirnja, „sjarat2 kehidupan materiil masjarakat" ini, bagaimanakah tjiri2chususnja?
Tidak bisa disangsikan lagi bahwa dalam pengertian „sjarat2 kehidupan materiil masjarakat", termasuk per­tama2, alam jang mengelilingi masjarakat, lingkungan geografi, jang mendjadi salahsatu sjarat kehidupan mate­riil jang tidak bisa ditiadakan dan tetap dari masjarakat dan jang sudah barang tentu, mempengaruhi perkembang­an masjarakat. Peranan apakah jang didjalankan oleh lingkungan geografi dalam perkembangan masjarakat? Apakah lingkungan geografi merupakan kekuatan pokok jang menentukan wadjah masjarakat, watak sistim sosial manusia, peralihan dari satu sistim ke sistim lainnja?
Materialisme historis mendjawab pertanjaan ini dengan sangkalan.
Memang tak dapat disangkal lagi bahwa lingkungan geografi merupakan salah satu sjarat jang tetap dan tak dapat ditiadakan dari perkembangan masjarakat, dan sudah tentu, mempengaruhi perkembangan masjarakat, mempertjepat atau memperlambat perkembangannja.
Akan tetapi pengaruhnja itu bukanlah pengaruh jang menentukan, karena perubahan2 dan perkembangan masja­rakat itu berlangsung dengan ukuran jang lebih tjepat jang tidak bisa dibandingkan dengan ketjepatan perubahan2 dan perkembangan lingkungan geografi. Dalam tempo tiga ribu tahun di Eropa telah berganti ber-turut2 tiga sistim sosial jang berlainan: sistim komune primitif, sistim pemilikan-budak dan sistim feodal. Dibagian timur Eropa, di URSS, malahan telah berganti empat matjam sistim sosial. Tetapi selama masa ini keadaan2 geografi di Eropa tidak berubah samasekali, atau telah berubah begitu se­dikitnja hingga geografi tidak memperhitungkan mereka. Dan ini memang sudah sangat sewadjarnja. Perubahan2 jang penting dalam lingkungan geografi membutuhkan djutaan tahun, sedangkan beberapa ratus atau dua tiga ribu tahun sadja sudah tjukup untuk perubahan2 jang ma­lahan sangat penting dalam sistim masjarakat manusia.
Dengan ini teranglah bahwa lingkungan geografi tidak bisa mendjadi sebab pokok, sebab jang menentukan dari perkembangan sosial, karena sesuatu jang dalam tempo puluhan ribu tahun hampir tetap tidak berubah, tidak bisa mendjadi sebab pokok perkembangan sesuatu jang dalam tempo beberapa ratus tahun sadja mengalami perubahan2 jang fundamentil.
Seterusnja, tidak bisa di-ragu2kan lagi bahwa dalam pengertian „sjarat2 kehidupan materiil masjarakat" djuga termasuk pertumbuhan penduduk, padatnja penduduk pada tingkatan jang satu atau lainnja, karena manusia adalah elemen jang utama dari sjarat2 kehidupan materiil masjarakat, dan tanpa adanja sedjumlah minimum manu­sia maka tidak akan bisa ada kehidupan materiil masja­rakat. Apakah pertumbuhan penduduk tidak merupakan kekuatan pokok jang menentukan karakter sistim sosial manusia?
Materialisme historis mendjawab pertanjaan ini djuga dengan sangkalan.
Sudah tentu, pertumbuhan penduduk mempengaruhi perkembangan masjarakat, memudahkan atau meng­hambat perkembangan masjarakat, tetapi ia tidak bisa merupakan kekuatan pokok perkembangan masjarakat, dan pengaruhnja pada perkembangan masjarakat tidak bisa merupakan pengaruh jang menentukan sebab, per­tumbuhan penduduk itu sendiri tidak memberikan kuntji untuk mendjawab pertanjaan mengapa sesuatu sistim sosial diganti djustru oleh sistim baru jang begini atau be­gitu dan tidak oleh jang lainnja, mengapa sistim komune primitif diganti djustru oleh sistim pemilikan-budak, sistim pemilikan-budak oleh sistim feodal, dan sistim feodal oleh sistim burdjuis, dan tidak oleh sesuatu sistim lainnja.
Kalau pertumbuhan penduduk merupakan kekuatan jang menentukan dari perkembangan sosial, maka kepadatan penduduk jang lebih besar pasti akan melahirkan matjam sistim sosial jang lebih tinggi jang sesuai dengan itu. Akan tetapi jang kita lihat tidak demikian halnja. Padatnja penduduk di Tiongkok adalah empat kali lebih besar daripada di Amerika Serikat, sekalipun demikian Amerika Serikat dalam tingkatan perkembangan sosial berdiri lebih tinggi daripada Tiongkok, karena di Tiongkok masih berlaku sistim setengah-feodal, sedangkan Amerika Serikat telah sedjak lama mentjapai tingkat jang tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Padatnja penduduk di Belgia adalah 19 kali sebesar di Amerika Serikat, dan 26 kali sebesar di URSS. Sekalipun demikian dalam tingkat perkembangan sosial Amerika Serikat berada pada ting­kat jang lebih tinggi daripada Belgia; dan mengenai URSS, Belgia ketinggalan satu zaman sedjarah sendiri di­belakang negeri ini, sebab di Belgia masih berlaku sistim kapitalis, sedangkan URSS telah menghapuskan kapitalis­me dan telah mendirikan sistim Sosialis.
Dari sini teranglah bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah, dan tidak bisa, merupakan kekuatan pokok perkembangan masjarakat, kekuatan jang menentukan karakter sistim sosial, wadjah masjarakat.
a)   Maka apakah jang merupakan kekuatan pokok dalam keseluruhan sjarat2 kehidupan materiil masjarakat jang menentukan wadjah masjarakat, karakter sistim sosial, perkembangan masjarakat dari satu sistim kesistim Iainnja?
Kekuatan ini, menurut materialisme historis jalah tjara mendapatkan keperluan2 hidup jang dibutuhkan untuk hidupnja manusia, tjara memproduksi nilai-nilai materiil — makanan, pakaian, kasut, rumah, bahan bakar, perkakas2 produksi, dll. — jang tidak bisa dipisahkan untuk kehidupan dan 'perkembangan masjarakat.
Untuk hidup manusia harus mempunjai pangan, sandang, kasut, tempat berlindung, bahan bakar, dsb; untuk mempunjai nilai2 materiil ini, manusia harus menghasil­kannja; dan untuk menghasilkannja, manusia harus mem­punjai perkakas produksi dengan mana pangan, sandang, kasut, tempat berlindung, bahan bakar dll. dihasilkan; mereka harus bisa menghasilkan perkakas2 ini dan bisamenggunakannja.
Perkakas produksi dengan mana nilai2 materiil dihasilkan, manusia jang menggunakan perkakas2produksi dan melakukan produksi nilai2 materiil berkat pengalaman produksi dan ketjakapan kerdjatertentu....... semua elemen ini ber-sama2 merupakan tenaga' produktif masjarakat.
Akan tetapi tenaga2 produktif hanjalah merupakan satu segi dari produksi, hanja merupakan satu segi dari tjara produksi, suatu segi jang menjatakan hubungan manusia dengan benda2 dan kekuatan2alam jang mereka gunakan untuk memproduksi nilai2 materiil. Segi lainnja dari produksi, segi lainnja dari tjara produksi, jalah hubungan manusia satu sama lainnja dalam proses produksi, hubungan-hubungan manusia. Manusia melakukan perdjuangan melawan alam dan menggunakan alam untuk memproduk­si nilai2 materiil tidak terpisah satu dengan lainnja, tidak sebagai orang-orang jang terpisah2, tetapi ber-sama2, dalam grup2, dalam masjarakat2. Oleh karena itu, produksi selamanja dan dalam segala keadaan adalah produksi sosial. Dalam menghasilkan nilai2 materiil manusia me­masuki hubungan timbal-balik matjam jang satu atau jang lain didalam produksi, memasuki satu atau lain matjam hubungan2produksi. Hubungan2 ini bisa merupa­kan hubungan2 kerdjasama dan saling bantu antara manusia jang bebas dari penghisapan ; hubungan2 ini bisa merupakan hubungan penguasaan ; dan pengabdian ; dan achirnja, hubungan2 ini bisa merupakan hubungan peralihan dari satu bentuk hubungan produksi kebentuk lainnja. Tetapi apapun djuga wataknja hubungan2 produk­si itu, selamanja dan dalam tiap2sistim, mereka itu merupakan elemen produksi jang sama sangat pentingnja se­perti tenaga2 produktif masjarakat.
„Dalam produksi," kata Marx, „manusia bukan sadja bertindak terhadap alam tetapi djuga terhadap satu sama lain. Mereka berproduksi dengan bekerdja-sama menurut tjara tertentu dan sang menukarkan kegiatan mereka. Untuk berproduksi, mereka memasuki hubung­an dan pertalian timbal-balik jang tertentu, dan hanja didalam hubungan dan pertalian kemasjarakatan inilah dilakukan pengaruh mereka atas alam, dilakukan produksi". (Karl Marx, Pilihan Tulisan, Edisi Inggris, Moskow 1946, Djilid I, hal. 211).
Oleh karena itu produksi, tjara produksi, meliputi ke­dua2nja, tenaga2 produktif masjarakat dan hubungan2 produksi dari manusia, dan dengan demikian merupakan pendjelmaan kesatuan mereka dalam proses produksi nilai2 materiil.
b)   Tjiri jang pertama dari produksi jalah bahwa ia tidak pemah tinggal diam pada satu titik untuk waktu jang lama dan selalu berada dalam keadaan berubah dan berkembang, dan bahwa, selandjutnja, perubahan2 dalam tjara produksi tidak boleh tidak menimbulkan perubahan2 dalam seluruh sistim sosial, ide2 sosial, pandangan2 politik dan badan2 politik — mereka menimbulkan pembangunan kembali seluruh susunan sosial dan politik. Pada tingkat perkembangan jang berlainan, manusia menggunakan tjara produksi jang berlainan, atau, kalau dinjatakan setjara lebih sederhana, mempunjai tjara hidup jang berlainan. Dalam komune primitif terdapatlah satu tiara produksi, dalam sistim pemilikan-budak terdapat tjara produksi jang lain, dalam feodalisme tjara produksi jang lain lagi, dan seterus­nja. Dan sesuai dengan itu sistim sosial manusia, kehidupan spirituil manusia, pandangan2 dan badan2 politik mereka ,djuga ber-lain2an.
Begitu tjara produksi masjarakat, begitu pulalah pada pokoknja masjarakat itu sendiri, ide2 dan teori2nja, pan­dangan2 dan badan2
Atau, kalau dinjatakan lebih sederhana, begitu tiara hidup manusia, begitu pulalah tjara berfikirnja.
Ini berarti bahwa sedjarah perkembangan masjarakat adalah per-tama2 sedjarah perkembangan produksi, sedjarah tjara2 produksi jang silih berganti dalam masa ber-abad2 lamanja, sedjarah perkembangan tenaga2 produktif dan hubungan2 produksi dari manusia.
Dan itu sedjarah perkembangan sosial adalah djuga se­djarah kaum penghasil nilai2 materiil itu sendiri, sedjarah massa jang bekerdja jang mendjadi kekuatan pokok dalam proses produksi dan jang melakukan produksi nilai2 mate­riil jang diperlukan untuk hidupnja masjarakat.
Dari itu, djika ilmu sedjarah hendak mendjadi ilmu jang sungguh2, maka ia tidak bisa lebih lama lagi mendjadikan sedjarah perkembangan sosial sebagai perbuatan radja2 dan djenderal2, sebagai perbuatan „penakluk2" dan „pen­djadjah2" negara, tetapi per-tama2 harus mentjurahkan perhatiannja kepada sedjarah kaum penghasil nilai-nilai materiil, sedjarah massa pekerdja, sedjarah bangsa2.
Dari itu kuntji untuk mempeladjari hukum2 sedjarah masjarakat tidak boleh ditjari dalam fikiran manusia, dalam pandangan2 dan ide2 masjarakat, tapi dalam tjara produksi jang dipraktekkan oleh masjarakat dalam sesuatu periode sedjarah tertentu; ia harus ditjari dalam kehidup­an ekonomi masjarakat.
Dari itu kewadjiban jang pertama dari ilmu sedjarah jalah mempeladjari dan menjingkap hukum2 produksi, hukum2 perkembangan tenaga2 produktif serta hubungan2 produksi, hukum2perkembangan ekonomi masjarakat.
Dari itu, djika Partai proletariat hendak mendjadi Partai jang sungguh2, maka ia harus per-tama2menguasai penge­tahuan tentang hukum2 perkembangan produksi, tentang hukum2 perkembangan ekonomi masjarakat.
Dari itu, djika tidak hendak membikin kesalahan dalam politik, Partai proletariat baik dalam merentjanakan pro­gramnja maupun dalam aktivitet2 praktisnja harus per­tama2 berpangkal pada hukum2 perkembangan produksi, pada hukum2 perkembangan ekonomi masjarakat.
c)  Tjiri jang kedua dan produksi jalah bahwa per­ubahan2 dan perkembangannja selalu dimulai dengan per­ubahan2 dan perkembangan tenaga2 produktif, dan per­tama`', dengan perubahan2 dan perkembangan perkakas2 produksi. Karena itu tenaga2 produktif adalah elemen produksi jang paling mobil dan revolusioner. Mula2 te­naga2 produktif masjarakat berubah dan berkembang, dan kemudian, bergantung kepada perubahan2 ini dan sesuai dengan mereka, berubahlah hubungan2produksi dari manusia, hubungan2 ekonomi mereka. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa hubungan2produksi tidak mempengaruhi perkembangan tenaga2 produktif dan bahwa jang tersebut belakangan ini tidak bergantung kepada jang pertama. Se­dangkan perkembangan mereka bergantung kepada perkem­bangan tenaga2 produktif, hubungan2 produksi sebaliknja mempengaruhi kembali perkembangan tenaga2 produktif, mempertjepat atau memperlambatnja. Dalam hubungan ini perlu ditjatat bahwa hubungan2 produksi tidak bisa terlalu lama ketinggalan dibelakang dan berada dalam keadaan jang bertentangan dengan pertumbuhan tenaga2produktif, karena tenaga2 produktif bisa berkembang menurut ukuran jang sepenuhnja hanja bila hubungan2 produksi sesuai dengan karakter, keadaan tenaga2 pro­duktif dan memberikan kebebasan sepenuhnja bagi per­kembangannja. Karena itu, biar bagaimana djuga keting­galannja hubungan2 produksi dibelakang perkembangan tenaga2 produktif, mereka mesti, tjepat atau lambat, mendjadi sesuai  dan memang benar2 mendjadi sesuai dengan tingkat perkembangan tenaga2 produktif, dengan karakter tenaga produktif. Kalau tidak kita akan meng­alami pelanggaran jang fundamentil dari kesatuan tenaga2 produktif dan hubungan2 produksi didalam sistim pro­duksi, suatu kekatjauan produksi pada umumnja, suatu krisis produksi, suatu kehantjuran tenaga2produktif.
Suatu tjontoh dimana hubungan2 produksi tidak sesuai dengan karakter tenaga2 produktif, bertentangan dengan mereka, jalah krisis2 ekonomi di-negeri2 kapitalis, dimana hakmilik perseorangan setjara kapitalis atas alat2 produksi adalah sangat bertentangan dengan karakter sosial dari proses produksi, dengan karakter tenaga2 produktif. Ini berakibat krisis2 ekonomi, jang menjebabkan kehantjuran tenaga2 produktif. Selandjutnja, pertentangan ini sendiri merupakan dasar ekonomi dari revolusi sosial, jang tudju­annja jalah menghantjurkan hubungan2 produksi jang ada dan mentjiptakan hubungan2 produksi baru jang sesuai dengan karakter tenaga2 produktif.
Sebaliknja, suatu tjontoh dimana hubungan2 produksi sepenuhnja sesuai dengan karakter tenaga2produktif jalah ekonomi nasional Sosialis di URSS, dimana hak milik sosial atas alat2 produksi sepenuhnja sesuai dengan karakter sosial proses produksi, dan dimana, karena itu, tidak dikenal krisis ekonomi dan kehantjuran tenaga2 produktif.
Oleh karena itu, tenaga2 produktif tidak hanja merupa­kan elemen jang paling mobil dan revolusioner dalam produksi, tapi adalah djuga elemen jang menentukan dalam perkembangan produksi.
Begitu keadaan tenaga2 produktif, begitulah tentu ke­adaan hubungan2 produksi.
Kalau keadaan tenaga2 produktif memberikan djawab­an pada pertanjaan — dengan perkakas2produksi apakah manusia menghasilkan nilai2 materiil jang mereka butuhkan ? — maka keadaan hubungan2 produksi memberikan djawaban pada pertanjaan lainnja siapakah jang memiliki alat2produksi (tanah, hutan, air, sumber2 pelikan, bahan2 mentah, perkakas2 produksi, gedung2 perusahaan, alat2 pengangkutan dan perhubungan, dsb.), siapakah jang menguasai alat2 produksi itu, apakah seluruh masjarakat, atau orang2 perseorangan, grup2 atau klas2 jang menggunakannja untuk menghisap orang2, grup2 atau klas2 lainnja?
Dibawah ini adalah gambaran kasar perkembangan tenaga2 produktif mulai dari zaman purbakala sampai pada zaman kita sekarang. Peralihan dari perkakas2 batu jang kasar sampai pada busur dan anak panah dan per­alihan jang menjertai ini dari hidup berburu kepemeliha­raan hewan2dan pengangonan jang primitif; peralihan dari perkakas2 batu ke-perkakas2 logam (kapak besi,badjak kaju dengan najam besi, dsb.), disertai dengan per­alihan jang sesuai ketjotjoktanam dan pertanian; perbaikan jang lebih djauh dari perkakas2 logam untuk mengerdjakan bahan2, permulaan penggunaan embusan pandai-besi, mulai dibikinnja barang2 grabah sedjalan dengan perkembangan keradjinan-tangan, pemisahan ke­radjinan-tangan dari pertanian, perkembangan industri keradjinan tangan jang berdiri sendiri dan kemudian per­kembangan manufaktur ; peralihan dari perkakas2 kera­djinan-tangan ke-mesin2 dan perubahan keradjinan-tangan dan manufaktur mendjadi industri mesin ; peralihan kesistim mesin dan lahirnja industri mesin modem setjara besar2an — demikianlah gambaran setjara umum dan jang djauh daripada lengkap dari perkembangan tenaga2 produktif masjarakat selama sedjarah manusia. Mendjadi djelaslah bahwa perkembangan dan perbaikan perkakas2 produksi itu dilaksanakan oleh manusia jang bersangkut­an dengan produksi dan tidak terlepas dari manusia; dan karena itu, perubahan dan perkembangan perkakas2 pro­duksi disertai oleh perubahan dan perkembangan manusia, sebagai elemen jang terpenting dari tenaga2 produktif, oleh perubahan dan perkembangan pengalaman mereka dalam produksi, ketjakapan bekerdja mereka, kepandaian mereka memakai perkakas2 produksi.
Selaras dengan perubahan dan perkembangan tenaga2 produktif masjarakat didalam perdjalanan sedjarah, djuga hubungan2 produksi dari manusia, hubungan2 ekonomi mereka berubah dan berkembang.
Sedjarah mengenal lima matjam hubungan produksi' jang pokok jaitu : komune primitif, pemilikan-budak, feo­dal, kapitalis dan Sosialis.
Dasar hubungan2 produksi dalam sistim komune primitif jalah bahwa alat2 produksi dimiliki setjara sosial. Ini pada dasarnja sesuai dengan karakter tenaga2 produktif pada masa itu. Perkakas2bath, dan kemudian, busur dan panah, menutup kemungkinan bagi manusia setjara sendiri2 me­lawan kekuatan alam dan binatang2 buas. Untuk mengumpulkan buah2an dari hutan, menangkap ikan, mem­bikin sematjam rumah, manusia terpaksa bekerdja ber­sama djika mereka tidak hendak mati kelaparan, atau djatuh mendjadi mangsa binatang buas atau masjarakat2 jang tinggal berdekatan. Bekerdja bersama menimbulkan hakmilik bersama atas alat2 produksi, begitu djuga atas hasil2produksi. Disini belum ada pengertian hakmilik perseorangan atas alat2 produksi, ketjuali hak milik pribadi atas beberapa perkakas produksi, jang bersamaan dengan itu djuga merupakan alat untuk pembelaan diri terhadap binatang buas. Disini tidak ada penghisapan, tidak ada klas2.
Dasar hubungan2 produksi dalam sistim pemilikan ­budak jalah bahwa pemilik budak memiliki alat2 produksi; dia djuga memiliki pekerdja jang melakukan produksi ­budak, jang bisa dia djual, dia beli atau dia bunuh seperti hewan sadja. Hubungan2 produksi sedemikian itu pada dasarnja sesuai dengan keadaan tenaga2 produktif pada masa itu. Sebagai ganti perkakas2 batu, sekarang manusia mempunjai perkakas2 logam jang bisa mereka perguna­kan; sebagai ganti mata-pentjarian jang menjedihkan dan primitif dari pemburu, jang tidak mengenal baik peng­angonan maupun pertanian, sekarang timbullah peng­angonan, pertanian, keradjinan-tangan, dan suatu pemba­gian kerdja diantara tjabang2 produksi ini. Timbullah ke­mungkinan tukar-menukar hasil2 diantara orang2 dan di­antara masjarakat2, kemungkinan penumpukan kekajaan dalam tangan beberapa orang, penumpukan jang sungguh2 dari alat2 produksi dalam tangan golongan tersedikit, dan kemungkinan penaklukan golongan terbanjak oleh golong­an tersedikit dan didjadikannja mereka sebagai budak. Disini kita tidak mendapatkan lagi kerdja bersama dan bebas dari semua anggota masjarakat dalam proses pro­duksi — disini berlaku kerdja paksa budak2, jang dihisap oleh kaum pemilik budak jang tidak bekerdja. Karena itu disini tidak ada hak milik bersama atas alat2 produksi atau atas hasil2 produksi. la diganti oleh hak milik perseorang­an. Disini pemilik budak nampak sebagai pemilik harta benda jang terutama dan terpenting dalam arti kata jang sesungguhnja.
Kaja dan miskin, kaum penghisap dan kaum terhisap, orang2 jang mempunjai hak penuh dan orang2 jang tidak mempunjai hak, dan perdjuangan klas jang sengit diantara mereka — demikianlah gambaran sistim pemilikan-budak. Dasar hubungan2 produksi dalam sistim feodal jalah bahwa than feodal memiliki alat2 produksi dan tidak memiliki sepenuhnja pekerdja jang melakukan produksi ­hamba, jang tidak bisa lagi dibunuh begitu sadja oleh tuan feodal, tetapi jang bisa dia beli dan djual. Disamping hak‑milik feodal disitu terdapat hak milik perseorangan petani dan tukang keradjinan-tangan atas perkakas produksinja serta perusahaan perseorangannja jang didasarkan atas tenaga-kerdjanja sendiri. Hubungan2 produksi sedemikian itu pada dasarnja sesuai dengan keadaan tenaga2 produktif pada masa itu. Perbaikan2 lebih landjut dalam melebur dan mengerdjakan besi ; meluasnja badjak besi dan per­tenunan ; perkembangan jang lebih djauh dari pertanian, perkebunan, penanaman anggur dan pembikinan hasil2 dari susu; timbulnja perusahaan2 manufaktur disamping beng­kel2 keradjinan-tangan — demikianlah tjiri2 jang karak­teristik dari keadaan tenaga2produktif.
Tenaga2 produktif jang baru menuntut supaja pekerdja menundjukkan inisiatif dalam produksi dan ketjenderung­an untuk bekerdja, minat dalam pekerdjaan. Karena itu tuan feodal melemparkan budak, sebagai pekerdja jang tidak mempunjai minat dalam pekerdjaan dan samasekali tanpa inisiatif, dan lebih suka berurusan dengan hamba, jang mempunjai perusahaannja sendiri, perkakas2produk­sinja sendiri, dan sekedar minat dalam pekerdjaan jang perlu untuk menggarap tanah dan untuk membajar kepada tuan feodal dengan sebagian dari hasil panennja dalam udjud bahan.
Disini hak milik perseorangan telah berkembang lebih djauh. Penghisapan hampir sama hebatnja dengan peng­hisapan dalam sistim pemilikan-budak — ia hanja sedikit diperlunak. Perdjuangan klas antara kaum penghisp dan kaum terhisap merupakan tjiri pokok dari sistim feodal.
Dasar hubungan2 produksi dalam sistim kapitalis jalah bahwa si kapitalis memiliki alat2 produksi, tetapi tidak me­miliki kaum pekerdja didalam produksi — kaum pekerdja upahan, jang tidak bisa dibunuh atau didjual oleh sika­pitalis sebab mereka perseorangan adalah merdeka, tetapi tidak mempunjai alat2produksi dan, supaja tidak mati kelaparan, terpaksa mendjual tenaga-kerdja mereka kepada sikapitalis dan hares memikul beban penghisapan.
Disamping hak milik kapitalis atas alat2 produksi kita dapati, mula2 sangat luas, milik perseorangan petani2 dan tukang2 keradjinan-tangan atas alat2 produksi, petani2 dan tukang2keradjinan-tangan ini tidak lagi mendjadi hamba dan milik perseorangan mereka ini berdasarkan kerdjaperseorangan mereka sendiri. Sebagai pengganti bengkel2 keradjinan-tangan dan manufaktur, maka timbullah perusahaan2 dan fabrik2 raksasa jang diperlengkapi dengan mesin2. Sebagai pengganti perusahaan pertanian kaum bangsawan, jang dikerdjakan dengan perkakas produksi jang primitif dari petani, timbul sekarang perusahaan2 pertanian kapitalis jang besar jang didjalankan setjarailmiah dan diperlengkapi dengan mesin2 pertanian.
Tenaga2 produktif jang baru menghendaki supaja kaum buruh didalam produksi mempunjai pendidikan lebih baik dan lebih tjerdas daripada hamba2 jang tertindas dan tidak berpengetahuan, hingga mereka bisa memahami mesin2 dan mendjalankannja dengan tepat. Karena itu, kaum ka­pitalis lebih suka berurusan dengan kaum buruh upahan jang bebas dari ikatan2 perhambaan dan jang tjukup ter­didik untuk dapat mendjalankan mesin2 dengan tepat.
Tetapi sesudah mengembangkan tenaga2 produktif sampai tingkat jang hebat sekali, kapitalisme mendjadi terdjirat dalam pertentangan2 jang tidak bisa ia petjahkan. Dengan memproduksi djumlah barang-dagangan2 jang semakin banjak, dan menurunkan harga2nja, kapitalisme memperhebat persaingan, membinasakan pemilik2 perse­orangan ketjil dan menengah, membikin mereka mendjadi kaum proletar dan mengurangi daja beli mereka, dengan akibat bahwa mendjadi tidak mungkin untuk mendjual barang-dagangan2 jang dihasilkan. Di fihak lain, dengan meluaskan produksi dan memusatkan djutaan kaum buruh dalam perusahaan2 dan fabrik2 raksasa, kapitalisme memberikan watak sosial pada proses produksi dan dengan demikian merusak dasarnja sendiri, karena watak sosial produksi menuntut pemilikan sosial atas alat2 produksi; tetapi alat2 produksi tetap mendjadi milik perseorangan setjara kapitalis, jang bertentangan sama sekali dengan watak sosial proses produksi.
Pertentangan2 jang tidak bisa didamaikan ini antara watak tenaga2 produktif dan hubungan2produksi bisa di­rasakan dalam krisis2 kelebihan produksi jang periodik, diwaktu kaum kapitalis, karena tidak mendapatkan per­mintaan jang tjukup banjak alas barang2nja berhubung dengan kemiskinan massa penduduk jang mereka timbul­kan sendiri, terpaksa membakar hasil2, menghantjurkan barang2 jang telah dibikin, menghentikan produksi, dan menghantjurkan tenaga2produktif pada saat ketika djuta­an Rakjat terpaksa mengalami pengangguran dan kelapar­an, bukan karena tidak ada tjukup barang2, tetapi karena kebanjakan barang2 jang dihasilkan.
Ini berarti bahwa hubungan2 produksi kapitalis sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan tenaga2 produktif ma­sjarakat dan telah mendjadi pertentangan jang tidak bisa didamaikan dengan mereka.
Ini berarti bahwa kapitalisme telah hamil dengan revo­lusi, jang tugas kewadjibannja jalah menggantikan pemilik­an setjara kapitalis atas alat2 produksi jang sedang berlaku dengan pemilikan setjara Sosialis.
Ini berarti bahwa tjiri pokok sistim kapitalis jalah per­djuangan klas jang paling sengit antara kaum penghisap dan kaum terhisap.
Dasar hubungan2 produksi dalam sistim Sosialis, jang sementara ini baru didirikan di URSS, jalah pemilikan setjara sosial atas alat2 produksi. Disini tidak ada lagi kaum penghisap dan kaum terhisap. Barang2 jang dihasil­kan dibagikan menurut kerdja jang dilakukan, atas prinsip „Siapa jang tidak bekerdja, is djuga tidak akan makan". Disini hubungan2 orang satusamalain dalam proses produksi ditandai oleh kerdjasama setjara persaudaraan dan saling-bantu setjara Sosialis antara kaum buruh jang bebas dari penghisapan. Disini hubungan2 produksi sepenuhnja sesuai dengan keadaan tenaga2produktif, karena watak sosial proses produksi diperkuat oleh pemilikan setjara sosial atas alat2 produksi.
Karena itu produksi setjara Sosialis di URSS tidak me­ngenal krisis2 kelebihan produksi jang periodik dengan segala keedanan jang mengikutinja.
Karena itu, tenaga2 produktif disini berkembang dengan langkah jang tjepat, sebab hubungan2produksi jang sesuai dengan tenaga2 produktif memberikan keleluasaan sepenuh2nja bagi perkembangan sedemikian itu.
Demikianlah gambaran perkembangan hubungan2 pro­duksi dari manusia dalam perdjalanan sedjarah manusia.
Demikianlah ketergantungan perkembangan hubungan2 produksi pada perkembangan tenaga2produktif masjarakat, dan terutama sekali, pada perkembangan perkakas2 produksi,oleh karena ketergantungan itu maka perubahan2 dan perkembangan tenaga2 produktif tjepat atau lambat mem­bawa perubahan2 dan perkembangan hubungan2 produksi jang sesuai.
„Pemakaian dan pembikinan perkakas2 kerdja" kata Marx, „meskipun terdapat dalam tingkat permu­laan diantara djenis2 binatang tertentu, adalah mendjadi sifat chusus proses-kerdja manusia, dan dari itu Franklin membikin definisi manusia sebagai hewan pembikin perkakas. Bekas2 perkakas kerdja zaman dulu adalah sama pentingnja bagi penjelidikan bentuk2 ekonomi masjarakat jang lampau, seperti halnja dengan bekas2 (fosil) tulang-belulang bagi penentuan djenis2 binatang jang sudah tidak ada lagi. Bukanlah barang2 apa jang dibikin, tetapi bagaimana , barang2itu dibikin, dan dengan perkakas2 apa, jang memungkinkan kita mem­beda-bedakan berbagai zaman ekonomi. Perkakas­perkakas kerdja tidak hanja memberikan ukuran tingkat perkembangan jang telah ditjapai oleh kerdja manusia, tetapi mereka adalah djuga penundjuk bagi keadaan2 sosial dalam mana kerdja itu dilakukan". (Karl Marx,Kapital, London 1908, Djilid I, halaman 159).
Dan seterusnja :
„Hubungan2 sosial adalah rapat hubungannja dengan tenaga2 produktif. Dalam memperoleh tenaga2 produktif barn manusia mengubah tjara produksi me­reka ; dan dalam mengubah tjara produksi mereka, dalam mengubah tjara memperoleh penghidupan mereka, mereka mengubah semua hubungan sosialnja. Kilang­tangan memberikan pada kita masjarakat dengan tuan feodal; kilang-uap, suatu masjarakat dengan kaum kapitalis industri". (Karl Marx, Kemiskinan Filsafat, Edisi Inggris, Moskow 1935, hal. 92).
„Ada gerak jang terus-menerus dari pertumbuhan dalam tenaga2 produktif, dari kehantjuran dalam hu­bungan2 sosial, dari pembentukan dalam ide2; satu2nja jang tidak bergerak jalah abstraksi dari gerak". (Dalam buku itu djuga, hal.93).
Berbitjara tentang materialisme historis sebagaimana dirumuskan dalam Manifes Komunis Engels mengatakan:
“ …………. Produksi ekonomi dan susunan masjarakat setiap zaman sedjarah jang tidak boleh tidak mesti timbul daripadanja, merupakan dasar sedjarah politik dan intelek zaman itu ;  karena itu (sedjak hantjurnja pemilikan bersama primitif atas tanah) seluruh sedjarah adalah sedjarah perdjuangan klas, sedjarah perdjuangan antara klas jang dihisap dengan jang meng­hisap, antara klas jang dikuasai dengan jang menguasai dalam berbagai tingkat perkembangan masjarakat tetapi  perdjuangan ini sekarang telah mentjapai suatu tingkat dimana klas jang dihisap dan ditindas (proletariat) tak dapat lagi membebaskan dirinja dari klas jang menghisap dan menindasnja (burdjuasi), tanpa bersamaan dengan itu membebaskan untuk se-lama2nja seluruh masjarakat dari penghisapan, penindasan dan perdjuangan klas." (Pendahuluan pada Manifes Partai Komunis, J. „Pembaruan", tjetakan III, hal. 22).
d) Tjiri jang ketiga dari produksi jalah bahwa lahirnja tenaga2 produktif jang baru dan hubungan2produksi jang sesuai dengan tenaga2 produktif itu tidak terdjadi setjara terpisah dari sistim jang lama, sesudah lenjapnja sistim jang lama, tetapi didalam sistim jang lama ; ia terdjadi bukan sebagai hasil aktivitet jang difikirkan dan sedar dari manusia, tetapi setjara spontan, tidak sedar, lepas dari ke­mauan manusia. Ia terdjadi setjara spontan dan lepas dari kemauan manusia karena dua sebab.
Pertama, karena manusia tidak bebas untuk memilih satu atau lain tjara produksi, karena pada saat tiap generasi baru memasuki kehidupan ia mendjumpai tenaga2 produktif dan hubungan2produksi jang sudah ada sebagai pekerdjaan generasi2 jang dulu, berhubung dengan itu ia mula2 harus menerima dan menjesuaikan dirinja dengan semua jang sudah djadi dalam lapangan produksi supaja bisa menghasilkan nilai2 materiil.
Kedua, karena, pada waktu memperbaiki satu atau lain perkakas produksi, satu atau lain elemen tenaga2 produktif, manusia tidak sedar, tidak mengerti atau tidak memikir­kan akibat2 sosial apa jang akan dibawa oleh perbaikan2 ini, tetapi hanja memikirkan kepentingan2 mereka sehari2, bagaimana meringankan kerdja mereka dan memperoleh beberapa manfaat jang langsung dan njata bagi mereka sendiri.
Ketika beberapa angggota masjarakat komune primitif, dengan ber-angsur2 dan meraba2, beralih dari pemakaian perkakas2 batu kepemakaian perkakas2 besi, mereka, su­dah tentu, tidak mengetahui dan tidak memikirkan,akibatsosial apa jang akan dibawa oleh pembaruan ini ; mereka tidak mengerti atau menginsjafi bahwa perubahan ke-per­kakas2 logam berarti suatu revolusi dalam produksi, bahwa ia pada achirnja akan menudju kesistim pemilikan-budak. Mereka hanja man meringankan kerdja mereka dan mem­peroleh manfaat jang langsung dan njata ; aktivitet mereka jang setjara sedar hanja terbatas dalam lingkungan2" jang sempit dari kepentingan perseorangan se-hari2 ini.
Ketika dalam masa sistim feodal, burdjuasi Eropa jang masih muda mulai mendirikan, disamping bengkel2 per­tukangan gilda jang ketjil, fabrik2 besar, dan dengan demikian memadjukan tenaga2 produktif masjarakat, me­reka sudah tentu tidak tahu dan tidak memikirkan akibat2 sosial apa jang akan dibawa oleh pembaruan ini; mereka tidak sedar atau mengerti bahwa pembaruan jang „ketjil" ini akan menimbulkan penghimpunan kembali kekuatan2 sosial jang mesti akan berachir dengan revolusi baik ter­hadap kekuasaan radja2, jang karunia2nja sangat mereka hargai, maupun terhadap kaum bangsawan, kedalam baris­an siapa wakil2 mereka jang terkemuka tidak djarang sa­ngat ingin memasukinja. Mereka hanja ingin menurunkan ongkos produksi barang2, membandjiri pasar2 Asia dan Amerika jang baru sadja diketemukan dengan barang­barang dalam djumlah jang lebih besar, dan memper­oleh keuntungan-keuntungan jang lebih besar. Aktivitet me­reka jang sedar terbatas dalam lingkungan2 jang sempit dari tudjuan praktis se-hari2 jang biasa ini.
Pada waktu kaum kapitalis Rusia, bersama2 dengan kaum kapitalis asing, dengan sekuat tenaga mendirikan industri mesin modern jang besar2 di Rusia, dengan membiarkan tsanisme tetap utuh dan menjerahkan kaum tani pada belas-kasihan tuantanah2, mereka sudah tentu tidak mengetahui dan tidak memikirkan akibat2 sosial apa jang akan dibawa oleh pertumbuhan jang luas dari tenaga2 produktif ini ; mereka tidak sedar atau mengerti bahwa lompatan jang djauh ini dalam dunia tenaga2 produktifmasjarakat akan menimbulkan penghimpunan kembali kekuatan2 sosial jang akan memungkinkan proletariat menggalang persatuan dengan kaum tani dan menimbul­kan revolusi Sosialis jang menang. Mereka hanja ingin memperluas produksi industri sampai kepada puntjak­nja, menguasai pasar dalamnegeri jang besar, mendjadi kaum monopolis, dan memeras laba sebanjak mungkin dari ekonomi nasional. Aktivitet mereka jang sedar tidak melewati batas kepentingan2 mereka jang sangat praktis dan biasa.
Sesuai dengan ini, Marx mengatakan:
„Dalam produksi sosial jang dilakukan oleh manusia (jaitu, dalam memproduksi nilai2materiil jang diperlu­kan untuk hidup manusia — Red.) mereka memasuki hubungan2tertentu jang tidak boleh tidak dan tidak bergantung * pada kemauan mereka ; hubungan2pro­duksi ini sesuai dengan tingkat perkembangan tertentu dari kekuatan2 produksi materiilnja". (Karl Marx, Pilih­an Tulisan2Edisi Inggris, Moskow 1946, Djilid I, halaman 300).
Akan tetapi ini tidak berarti bahwa perubahan2 dalam hubungan2 produksi, dan peralihan dari hubungan2 pro­duksi jang lama ke-hubungan2 produksi jang baru ber­langsung dengan lantjar, tanpa bentrokan2, tanpa pergo­Iakan2. Sebaliknja, peralihan sematjam itu biasanja ter­djadi dengan djalan penggulingan hubungan2 produksi jang lama setjara revolusioner dan pembentukan hubungan2 produksi jang baru. Sampai pada masa tertentu perkembangan tenaga2 produktif dan perubahan2 dibidang hubung­an2 produksi berlaku dengan spontan, tidak bergantung pa­da kemauan manusia. Tetapi jang demikian ini hanja sam­pai pada saat tertentu, sampai tenaga2 produktif jang baru dan jang sedang berkembang mentjapai keadaan jang tjukup matang. Setelah tenaga2 produktif jang baru matang, maka hubungan2 produksi jang ada beserta pendulcung2nja ­klas2 jang berkuasa — mendjadi rintangan jang „tidak bisa diatasi" jang hanja bisa disingkirkan oleh aksi jang sedar dari klas baru, oleh tindakan2kekerasan dari klas2 ini, oleh revolusi.
Disini menondjol dengan djelas sekali peranan jang besar dari ide2 sosial baru, darii badan2 politik baru, dari kekuasaan politik baru, jang tugasnja jalah menghapus­kan dengan kekerasan hubungan2produksi jang lama. Dari bentrokan antara tenaga2 produktif jang barn dan hubung­an2 produksi jang lama, dari kebutuhan2 ekonomi jang baru dari masjarakat, lahirlah ide2 sosial baru; ide2 jang ban' mengorganisasi dan memobilisasi massa; massa mendjadi terpadu didalam suatu tentara politik baru, mentjiptakan suatu kekuatan revolusioner jang baru dan menggunakan­nja untuk menghapuskan dengan kekerasan sistim hubung­an2 produksi jang lama, dan untuk dengan teguh mendirikan sistim baru, proses perkembangan jang spontan memberi tempat kepada aksi jang sedar dari manusia, perkembang­an setjara damai kepada pergolakan jang hebat, evolusi kepada revolusi.
„Proletariat", kata Marx, „selama perbandingannja dengan burdjuasi terpaksa, karena tekanan keadaan, mengorganisasi dirinja sebagai klas          dengan djalan revolusi, ia mendjadikan dirinja klas jang berkuasa, dan, sebagai klas jang berkuasa, menghapuskan dengan ke­kerasan hubungan2 produksi jang lama". (Manifes Partai Komunis, "Jajasan Pembaruan", tjetakan III, hal. 81).
Dan selandjutnja :
„Proletariat akan menggunakan keunggulan politik­nja untuk merebut, dengan ber-angsur2, semua kapital dari burdjuasi, untuk memusatkan semua perkakas pro­duksi kedalam tangan negara, jaitu, kedalam tangan proletariat jang terorganisasi sebagai klas jang berkuasa, dan untuk meningkatkan keseluruhan tenaga produktif setjepat mungkin". (Dalam buku itu djuga, halaman 129).
"Kekerasan adalah bidan bagi setiap masjarakat lama jang hamil dengan masjarakat baru". (Karl Marx, Kapital, Djilid I, halaman 776).
Dibawah ini adalah formulasi jang brilian dari hakekat materialisme historis jang diberikan oleh Marx pada tahun 1859 dalam Kata Pendahuluannja jang bersedjarah pada bukunja jang terkenal, Kritik atas Ekonomi Politik:
„Dalam produksi sosial jang dilakukan oleh manusia, mereka memasuki hubungan2tertentu jang tidak boleh tidak dan jang tidak bergantung pada kemauan mereka ; hubungan2 produksi ini sesuai dengan tingkat perkem­bangan tertentu tenaga2 produksi materiilnja. Djumlah seluruhnja dari hubungan2 produksi ini merupakan su­sunan ekonomi masjarakat — dasar long sesungguhnja, diatas mana timbullah suatu susunan-atas juridis dan politik dan dengan mana bentuk2 kesedaran sosial jang tertentu bersesuaian. Tjara produksi dalam kehidupan materiil menentukan proses kehidupan sosial, politik dan intelek pada umumnja. Bukanlah kesedaran manu­sia jang menentukan keadaan mereka, akan tetapi se­baliknja, keadaan sosial merekalah jang menentukan kesedaran mereka. Pada tingkat tertentu perkembangan­nja, tenaga2 produktif materiil dalam masjarakat ber­bentrokan dengan hubungan2 produksi jang ada, atau — ini hanjalah suatu istilah hukum untuk maksud jang sama — dengan hubungan2 milik didalam mana mere­ka (tenaga2 produktif materiil itu) telah bergerak se-lama ini. Dari bentuk2 perkembangan tenaga2 produktif hubungan2 ini berubah mendjadi belenggunja. Maka mulailah zaman revolusi sosial. Dengan berubahnja dasar ekonomi, maka seluruh bangunan-atas jang mahabesar itu berubah dengan lebih atau kurang tjepat. Dalam menindjau perubahan2 jang demikian itu harus selalu diadakan perbedaan antara perubahan materiil dari sjarat2 produksi ekonomi jang bisa ditentukan de­ngan tepat menurut ilmu alam, dan bentuk2 hukum, politik, keagamaan, estetika atau filsafat - pendeknja, bentuk2 ideologi dalam mana manusia mendjadi sedar akan bentrokan ini dan berdjuang menjelesaikannja. Sebagaimana pendapat kita tentang seseorang tidaklah didasarkan atas apa jang dia fikirkan tentang dirinja sendiri, demikian djugalah kita tidak bisa menetapkan pendapat kita mengenai masa perubahan jang demikian itu menurut kesedarannja sendiri ; sebaliknja, kesedaran ini harus diterangkan terutama dari kontradiksi2 kehi­dupan materiil, dari bentrokan jang ada antara tenaga2 produktif sosial dan hubungan2 produksi. Tidak pernah ada susunan sosial jang lenjap sebelum semua tenaga2 produktif, jang mempunjai tempat didalamnja, telah berkembang ; dan hubungan2 produksi baru jang lebih tinggi tidak pernah lahir sebelum sjarat2 materiil dari­pada hidupnja telah masak didalam kandungan, masja­rakat jang lama itu sendiri. Karena itu umatmanusia selalu menentukan sebagai tugasnja hanja apa jang ia bisa petjahkan ; sebab djika ditindjau persoalan itu lebih teliti lagi, kita akan selalu melihat bahwa tugas itu sendiri timbul hanja djika sjarat-sjarat materiil jang diperlukan untuk pemetjahannja ada atau se-kurang2- nja berada dalam proses sedang mendjadi". (Karl Marx, Pilihan Tulisan2Edisi Inggris, Moskow 1946, Djilid I, halaman 300 - 301).
Demikianlah materialisme Marxis kalau dikenakan pada kehidupan sosial, pada sedjarah masjarakat.
Demikianlah tjiri-tjiri pokok daripada materialisme dialektis dan historis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar